:untuk bidadari dalam hidupku
Surat ini kutuliskan sebagai ungkapan rasa sayang yang tak mampu kukatakan secara langsung di hadapanmu, seorang bidadari yang menjelma menjadi wanita penyayang yang kusebut Mama.
Aku, gadis bungsu Mama, kini telah beranjak dewasa. Lima hari yang lalu aku baru saja memulai hari dengan usia yang semakin matang: dua puluh tiga.
Ya, dua puluh tiga tahun yang lalu Mama melahirkanku. Aku belum pernah merasakan bagaimana melahirkan seorang anak. Tapi, mendengar cerita dari Mama dan ibu-ibu lainnya, rasanya seperti berada di antara hidup dan mati. Benarkah begitu, Ma? Dan sebelum melahirkanku, Mama tentu telah mengandungku selama hampir sembilan bulan--waktu yang sangat lama untuk menggendongku yang sedang tertidur di rahim Mama. Lihatlah, bahkan sebelum aku lahir pun aku sudah menyusahkan Mama. Tetapi Mama bilang, "Kamu adalah anugerah bagi Mama dan Papa. Kehadiranmu sama sekali bukanlah beban bagi kami."
Kasih sayang Mama tidak berhenti ketika aku masih kecil. Bahkan hingga kini pun aku masih merasakan kasih sayang dari Mama. Ternyata benar yang dikatakan orang, kasih ibu sepanjang masa. Dan sampai saat ini, aku masih menjadi gadis kecil untuk Mama. Sampai sekarang, Mama masih memanjakanku dengan ciuman di kening dan kedua pipiku.
Tahukah engkau, Ma? Dulu, ketika aku baru merangkak remaja, aku sangat kecewa dengan sikap Mama karena masih menganggapku seorang gadis kecil. Mama selalu melarangku pergi walau letaknya masih di dalam kota.
"Bagaimana aku bisa berkembang jika hanya berdiam diri di rumah?!"
"Mama tidak mengerti rasanya menjadi anak yang dikungkung seperti ini! Tidak enak, Ma! Sungguh tidak enak!"
Berbagai kekecewaan kutumpahkan dengan air mata. Tak jarang aku bersungut-sungut di hadapan Mama jika tidak mengabulkan keinginanku. Terkadang aku harus berbohong hanya supaya bisa mendapatkan izin dari Mama. Tapi tenanglah, Ma. Aku tetap bisa menjaga diri. Teman-temanku adalah orang yang baik dan pengertian. Maafkan aku yang pernah membohongi mama sekali-dua kali. Semua ini kulakukan bukan untuk bersenang-senang. Aku hanya sedang mencari jati diriku dan menyusun rencana untuk masa depan. Tak pernah sekalipun aku berbohong untuk mengkhianati kepercayaan Mama.
Ketika usiaku semakin bertambah, pola pikirku pun mulai berubah. Dengan obrolan bersama seseorang yang istimewa bagiku dan buku-buku bermanfaat yang kubaca, aku pun mulai merenungkan semua sikap Mama kepadaku. Dan aku pun menyadari satu hal: Mama pernah muda, tentu saja Mama pernah melihat dan juga mengalami setiap fase yang akan kulalui, karena itulah Mama melakukan semua ini agar tidak terjadi hal buruk padaku di luar sana--meskipun menurut orang banyak, itu terkesan agak kolot, tapi aku tidak peduli.
Maafkan aku yang bodoh karena terlambat menyadarinya. Kini kusadari, perhatian Mama itu sangat berarti untuk pengembangan diriku. Karena perhatian Mama, aku jadi bisa mengamati dunia luar dari sudut pandang yang berbeda. Dan kini kutahu, dunia sedang tidak baik-baik saja! Kekacauan terjadi di mana-mana, kriminalitas mengancam siapa saja, bahkan di kota kecil tempat kita tinggal pun sudah tidak aman lagi. Aku sudah mengerti alasan Mama membatasi gerakanku. Sejak saat itu, aku tahu cara yang tepat untuk mengembangkan kemampuanku sendiri.
Memasuki usia dua puluh, masalah yang kualami semakin meluas. Menurut buku yang pernah kubaca, masalah itu ada karena kita semakin tahu banyak hal tapi tidak semakin mengerti. Dan, ya, semakin aku besar, semakin banyak hal yang kulihat dan kuketahui, tapi belum semuanya kumengerti. Sedikit demi sedikit kucoba memahami hal-hal yang terjadi di sekelilingku. Dan yang paling menyenangkan untuk dipahami adalah Mama--karena engkau adalah wanita yang kusayangi.
Penyakit yang hampir empat belas tahun menemani Mama hingga saat ini adalah salah satu hal yang kucoba pahami. Dan aku menemukan satu hal yang sangat istimewa: Mama adalah manusia super! Bayangkan saja, kedua kaki yang sebelumnya dapat melangkah ringan untuk wanita karir seperti Mama tiba-tiba menjadi berat akibat penyakit lumpuh yang datang di suatu pagi ketika Mama hendak berangkat kerja. Tapi Mama berbeda. Semangat Mama tidak kendur. Dua bulan setelah dirawat--sayangnya tidak mengalami kemajuan signifikan--Mama terus melakukan terapi di rumah demi kesembuhan Mama. Terapi saraf pun Mama lakukan selama bertahun-tahun. Meski mengalami kemajuan yang cukup lambat, meski langkah Mama masih terasa berat, tapi Mama tetap aktif dan mandiri. Mama selalu yakin untuk sembuh--dan aku selalu mendoakan kesembuhan Mama.
Melihat keadaan Mama yang seperti ini menjadi motivasi buatku untuk membahagiakan Mama, Papa dan keluarga karena selama Mama sakit pun Mama terus berjuang demi aku, kakak-kakak, dan Papa--semuanya demi keluarga tercinta. Sekarang, tanpa dilarang pun aku mencoba membatasi kegiatanku yang tidak begitu penting. Kuperbanyak waktuku di rumah untuk membantu dan menemani Mama yang telah pensiun beberapa tahun lalu. Meski kadang aku merasa jenuh, tapi jika melihat senyum Mama ketika kita mengobrol, hatiku kembali tenteram.
Mamaku sayang, terima kasih atas segala perhatian, cinta, dan kasih sayang yang kauberi. Tanpamu, aku takkan bisa sampai ke titik ini. Titik di mana aku bisa mengamati keadaan sekitar dan merenungkannya, titik di mana aku belajar mengeksplor diri dan kemampuanku dengan cara yang berbeda--Tahukah engkau, Ma? Itu sangat menyenangkan! Aku selalu mendoakan Mama agar cepat sembuh dan kita bisa bersama-sama ke Baitullah, tempat yang sangat ingin Mama kunjungi. ♡
With love,
Your youngest daughter
(13.02.2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar