Rabu, 11 Februari 2015

Izinkan Aku Menjemputmu

Selamat pagi untukmu. Kuharap kau sudah terbangun dari mimpi panjangmu, dan terbebas dari masa lalu yang terus mendekapmu erat. Perkenalkan, aku adalah lelaki yang ingin mendampingimu di masa depan. Aku bertekad untuk membimbingmu menjadi seorang wanita teladan bagi keturunan kita kelak.

Aku mungkin tak seelok dirinya yang selalu kaudambakan. Aku juga tak sehebat ayahmu yang amat bijaksana. Namun, aku akan berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik hingga hari pertemuan kita tiba. Semua itu kulakukan agar aku pantas untuk mendapatkanmu. Agar aku layak berada di sisimu.

Bagaimana denganmu? Apakah kau juga sedang mempersiapkan diri untuk bertemu denganku, ataukah masih mengharapkan dirinya yang pernah mengisi kekosongan hatimu?

Hei, lihatlah ....
Dunia ini begitu luas, begitu indah. Coba lepaskan dekapan ilusi yang membelenggumu, lalu lihatlah siapa saja yang selalu menanti senyuman tulusmu di luar sana: ayah, ibu, kakak, adik, sahabat, dan orang-orang yang mencintaimu. Kau tahu, aku juga berada di antara mereka. Bila kau belum melihat keberadaanku, cobalah untuk melangkah ke depan. Kau akan menemukan sosokku setelah kau benar-benar menjauh dari belenggu yang selalu menahanmu untuk tetap tinggal. Aku ada di sana menunggumu dengan sekotak mahar yang telah kupersiapkan khusus untukmu.

Jadi, siapkah engkau meninggalkan ilusi yang selalu menghantuimu? Jika belum siap, tak mengapa. Aku akan senantiasa menunggu hingga kau siap untuk berangkat bersamaku. Dan jika kau telah siap, aku akan menuntunmu menuju cahaya seraya menyembuhkan segala duka nan luka yang berbekas akibat belenggu yang telah mencengkram kedua lengan dan kakimu dengan kuatnya. Jujur, aku tak bisa menjanjikan kebahagiaan, tapi aku berjanji untuk selalu berada di sisimu, mendukungmu, melindungimu, dan mencintaimu hingga ajal memisahkan kita--dan semoga kita dapat bersatu kembali di surga-Nya kelak.

Sebelum engkau memutuskan untuk pergi bersamaku menuju masa depan atau tetap tinggal bersama bayang-bayang masa lalu, izinkan aku menitipkan beberapa pesan untukmu:

1. Janganlah terlalu lama bermuram diri karena aku terluka melihatmu begini. Aku tidak bisa membiarkanmu terus tersakiti, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa di sini--tidak, sebelum kau membukakan pintumu untukku--dan itu hanya membuatku marah pada diriku sendiri.

2. Aku tidak menjamin diriku takkan pernah melukaimu. Tapi sungguh, aku tidak pernah berniat untuk menyakitimu. Jika suatu saat aku berbuat demikian, maka tegurlah aku. Aku pun hanya manusia biasa yang juga bisa khilaf. Jadi sudah sewajarnya untuk kita saling mengingatkan satu sama lain--ini berlaku jika kau telah memutuskan untuk melangkah bersamaku.

3. Aku tidak mengharapkanmu menjadi wanita yang sempurna. Aku hanya berharap kau selalu menjaga diri, baik sebelum atau pun setelah bertemu denganku. Dengan begitu, kau telah menjaga kehormatanmu dan kehormatanku yang akan mendampingimu kelak. Bukankah istri yang baik adalah yang mampu menjaga kehormatan suaminya?

Aku berharap kau memutuskan untuk ikut denganku. Sungguh, aku sudah tak sabar untuk bertemu denganmu: sang penyejuk hati.

Terima kasih sudah mau membaca surat ini. Aku tidak mengharapkan balasan darimu secepat mungkin. Kau boleh membacanya berulang kali hingga kau merasa ingin membalasnya. Beritahu aku kapanpun kau siap untuk menjelajahi dunia bersamaku. Aku akan selalu menantimu di depan pintu.

Dari lelaki yang ingin meminangmu (12.02.15)

1 komentar: