Selasa, 17 Februari 2015

Surat Terakhir untuk Nenek

:kepada Nenek di Surga

Assalamualaikum, Nenekku sayang. Bagaimana malam pertama Nenek di sana? Semoga baik-baik saja karena aku tahu selama ini Nenek selalu menanam kebaikan di ladang amal Nenek. Maafkan aku terlambat mengirimi Nenek surat. Nyawaku rasanya belum berkumpul semua setelah mengantarkan Nenek ke tempat peristirahatan terakhir di sana.

Setelah menerima kabar dari tante Rosie pada dua senja kemarin, kami sekeluarga bergegas mengepak barang-barang kami untuk menemui Nenek di Bulukumba. Sayangnya, kami tak mampu berangkat ketika malam merangkak naik. Maafkan kami, Nek. Mama dan Papa juga sedang tidak sehat, sehingga kami baru bisa berangkat kemarin subuh.

Empat jam perjalanan sungguh melelahkan dengan perasaan tidak karuan seperti ini. Sawah hijau yang terhampar dan ombak kecil yang berlarian di lautan luas menemani perjalanan kami. Jika saja kami pergi dengan tujuan menyenangkan, tentu aku akan meminta Kakak untuk singgah sejenak lalu merentangkan tangan, membiarkan hembusan angin menerpa seluruh tubuhku. Tapi kami pergi dengan perasaan duka. Bahkan angin yang sejuk tak mampu menghilangkan raut kesedihan di wajah kami. Mobil pun terus melaju, berusaha sampai ke rumah Nenek secepat mungkin.

Setibanya di rumah Nenek, aku pun masuk bersama keluarga. Kulihat seseorang dengan ciput putih menutupi kepalanya keluar dari kamar Nenek. Kukira itu Nenek. Aku berharap itu Nenek. Sayangnya, itu bukan Nenek.

Kualihkan pandanganku ke tengah ruangan. Di sana kulihat Nenek terbaring berselimut sarung kesayangan Nenek. Hatiku bergetar. Kaki terasa berat melangkah. Sekujur tubuhku gemetar. Seketika itu juga air mataku mengucur deras tak tertahankan. Kupaksakan kakiku melangkah lalu berlari tergopoh memeluk tubuh Nenek yang dingin. Kerinduanku pada Nenek tak terbendung lagi. Aku menangis sejadi-jadinya. Akhirnya aku bertemu dengan Nenek yang amat kurindukan. Tetapi pertemuan itu hanya sepihak. Nenek telah dijemput oleh sang senja. Dan saat itu, tinggal jasad Nenek yang bisa kujumpai. Tangisku tidak berhenti hingga mengantarkan Nenek menuju pusara terakhir.

Nenek ingat semua itu, 'kan? Nenek melihatnya, 'kan? Nenek lihat aku di samping Nenek, 'kan?

Nenek, aku masih ingin bercerita panjang lebar. Tapi aku harus segera kembali menyulam waktu yang turut berduka mengantarkan kepergian Nenek. Aku harus mengumpulkan kekuatanku untuk mampu melanjutkan aktivitas yang tertunda. Aku harus tetap hidup untuk meneruskan kebaikan Nenek kepada orang banyak. Aku akan terus hidup untuk menjaga putra tunggal Nenek dan istrinya yang kupanggil dengan sebutan Papa dan Mama. Aku akan berjuang demi Nenek. Karena itu, Nenek tidak usah khawatir. Beristirahatlah dengan tenang di sana. Kami akan selalu mendoakan Nenek dari jauh. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa Nenek dan menempatkan Nenek bersama Rasulullah dan orang-orang sholeh lainnya.

Salam sayang,

Dari cucu bungsu yang akan selalu mendoakan Nenek.

(17.02.2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar