Rabu, 10 Juni 2015

Rupa yang Mengembalikan Memori Masa Silam

Kawan-kawanku berkata wajahku cukup mirip dengan seorang artis korea. Karena tidak mengenal artis yang dimaksud, aku pun mencari fotonya via Google. Memang, pada beberapa foto, aku akui kami cukup mirip (bukan bermaksud narsis, lho).  Tetapi ada yang mengganjal ketika melihat foto-foto itu. Rasanya seperti ada seseorang yang lebih mirip dengannya.

Kucoba berpikir keras. Membayangkan wajah beberapa kerabatku yang berpipi tembem. Dua hari aku penasaran dengan sosok tersebut. Aku mengais-ngais pikiran bawah sadarku dan akhirnya menemukan sekeping memori tentangnya. Dia adalah kakak kelasku ketika SMA. Kalau diingat-ingat lagi, ketika aku menjadi siswa baru, beberapa senior memang sering menjulukiku sebagai saudara kembar perempuan ini.

Menyadari bahwa perempuan yang kuanggap mirip dengan si artis ternyata adalah dia, itu berarti aku memang mirip dengannya, dan kami berdua mirip dengan si artis. Tiba-tiba saja aku merasa kesal karena teringat masa lalu. Di satu sisi, aku gembira karena perempuan dan artis yang dikatakan mirip denganku itu cantik-cantik. Tapi, sejak mengetahui kenyataan bahwa lelaki yang kini menjadi pasanganku ternyata pernah menyukai perempuan itu, aku menjadi tidak suka dikatakan mirip dengannya.

Aku pernah menerima teror dari seseorang yang sakit hati padaku. Katanya, kekasihku mendekatiku karena aku mirip dengan kakak kelas itu (aku tidak ingin menyebutkan namanya. Bagi yang mengenalku pasti mengetahuinya tanpa perlu kusebutkan). Itu membuatku terluka. Walaupun aku tahu, kekasihku tidak melakukan hal itu karena dia tidak pernah menganggapku mirip dengan perempuan itu. Tapi mendengar lelaki itu mengatakan hal seperti itu, aku berpikir mungkin bukan hanya dia yang beranggapan seperti itu.

Sampai saat ini aku masih saja kesal. Bukan kesal pada perempuan itu, tapi kesal pada rumor yang mengatakan aku hanyalah pelarian bagi kekasihku yang pernah ditolak olehnya. Kekasihku jujur menceritakan tentang perasaannya pada perempuan itu dulu. Dan aku, pada tahun pertama kebersamaan kami, berusaha menyingkirkan rasanya yang masih tertinggal untuk perempuan itu.

Dia memilihku sebagai kekasihnya. Dia mencintaiku sebagai sebenarnya aku, bukan sebagai seseorang yang dianggap mirip dengan perempuan itu, dan bukan pula sebagai perempuan itu. Tidak dapat dipungkiri, pasti masih ada sedikit rasa yang tertinggal ketika kami baru bersama, dia mengakuinya. Tapi dia telah berjuang untuk menghapus rasa itu demi diriku. Dan kini, aku telah bertahta di hatinya, seutuhnya.

Oh, aku malah terpaku dengan sepotong memori itu. Bagaimanapun, ada sedikit rasa senang dikatakan mirip dengan artis itu walaupun perempuan itu jauh lebih mirip dengannya. Bukan senang karena mirip artis, tapi senang karena itu artinya aku termasuk perempuan yang cantik. Haha. Lupakan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar