Jumat, 23 November 2012

KESEMPATAN KEDUA


“Siapa itu Pratiwi?” tanyaku keheranan.

Rei terdiam. “Dia orang yang pernah menyatakan perasaannya padaku.”

“What?!! Apa dia tidak tahu dengan hubungan kita?”

“Dia tahu. Tapi dia rela menjadi yang kedua,” kata kekasihku lagi. Suaranya melemah. Bahunya bergetar. “Maafkan aku. Aku khilaf. Aku hampir menerimanya saat itu,” katanya terisak.

Pengakuannya serasa menusuk jantungku. Jika ini panah, pasti aku telah mati dibuatnya. Lidahku kelu. Mataku mulai menitikkan bulir hangat. Dia melanjutkan, “Tapi, ketika akan menjawab ‘ya’ padanya, bayang wajahmu tersenyum padaku. Perasaan bersalah kemudian menyadarkanku. Mengingatkan tentang komitmen yang kita buat, perjuangan yang kita lalui, dan yang terpenting, menyadarkanku betapa berharganya dirimu.”

“Jadi, kamu menolaknya?”

Dia mengangguk. “Sudah lama ingin kuceritakan namun aku tak sanggup.” Dia menatapku sedih, “Aku tahu aku yang salah. Aku siap menerima konsekuensinya.”

“Lalu mengapa kamu mengakuinya sekarang?”

“Kurasa jujur lebih baik meski itu menyakitkan. Aku tak ingin menyembunyikan apapun darimu.”

“Ini memang sangat menyakitkan. Tapi, terima kasih telah berani mengakuinya dan menolaknya demi aku. Sekarang, aku harus berbagi singgasana di hatimu sampai ia benar-benar kau lupakan.”

Kekecewaan menyelimutiku. Namun, kejujurannya meluluhkanku. Setiap orang pernah berbuat salah. Aku pun memberinya kesempatan kedua karena cintaku lebih besar daripada kecewaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar