Jumat, 12 September 2014

SANG PENYELAMAT


Bangun pagi bukanlah hal berat bagiku. Namun berangkat cepatlah yang menjadi hal tersulit. Dan tiba sebelum gerbang sekolah ditutup adalah keberuntunganku selama sekolah. Teman-temanku sudah terbiasa dengan hal itu. Mereka malah terkejut jika aku tiba lebih dulu dibandingkan mereka. Menurut mereka, sebuah keajaiban jika aku tiba di sekolah sebelum jam tujuh.   

Meski sering terlambat ke sekolah, tapi aku masih mampu melewati gerbang sekolah yang dijaga oleh seorang satpam itu. Kadang aku masuk beberapa detik sebelum gerbang ditutup, kadang aku masuk diam-diam. Beberapa kali keberuntunganku lenyap. Aku gagal masuk ke sekolah. Alhasil, aku tidak boleh masuk sampai jam sekolah usai.

Sebenarnya aku bingung dengan peraturan di sekolah ini. Siswa yang terlambat dilarang masuk sama sekali. Padahal, kami cuma terlambat pada jam pertama. Tapi, kami tidak diizinkan mengikuti keempat pelajaran selama hari itu. Sementara itu, beberapa siswa yang tergolong nakal seringkali tidak mengikuti pelajaran meski mereka tiba tepat waktu. Bukankah lebih baik jika kami diikutkan pada pelajaran selanjutnya meski harus absen di jam pertama ketimbang harus bolos seperti mereka?


Karena keinginan untuk belajar inilah yang membuatku harus masuk secara diam-diam jika terlambat. Hingga suatu hari sebuah kisah unik pun terjadi. Saat itu jam menunjukkan pukul 07.40 WITA. Kali ini aku tidak bisa masuk karena masih ada satpam yang sedang berjaga di luar. Kuputuskan untuk tetap berdiri di parkiran sekolah sambil menunggu waktu yang tepat.

Jam menunjukkan pukul 08.15. Pak Satpam masih setia duduk di atas motor yang sedang diparkir. Aku membujuknya untuk membiarkanku masuk, namun dia menolak. Wajahku berubah cemberut.

Tak lama kemudian, seorang temanku dari kelas lain masuk dengan mengenakan seragam olahraga. Sepertinya ia habis berolahraga di luar. Karena sekolah kami tidak begitu besar, jalanan di sekeliling sekolah dijadikan track untuk olahraga lari. Dia berjalan dengan sangat santai. Ketika hendak melewatiku, kutahan langkahnya. Cepat-cepat kutitipkan tasku untuk diantar ke kelasku. Dia pun mengerti. Sambil menyembunyikan tasku di sisi kirinya, ia melewati satpam yang berada di sebelah kanannya. Pak Satpam itu terlihat sedang sibuk dengan hape-nya. Diaa berhasil membawanya sampai ke tujuan. Sepertinya tidak seorang pun yang memerhatikannya. Aku mengucapkan terima kasih dari jauh.

Lima belas menit kemudian, kulihat Pak Satpam masuk ke dalam sekolah. Mungkin dia mau ke kantin, pikirku. Segera kuambil kesempatan itu. Aku masuk sambil berlari kecil, segera menuju kelasku yang terletak di ujung koridor. Aku hanya perlu melewati satu kelas saja dari parkiran ke kelasku, XII IPA 1. Waktu itu wali kelasku sedang mengajar bahasa Inggris. Beliau cukup toleran untuk membiarkanku masuk mengikuti pelajaran. Menurutnya, lebih baik mendapatkan sedikit ilmu, daripada tidak ada sama sekali. I do agree with you, Ma’am!

Aku pun masuk ke dalam kelas. Kuambil tasku yang disimpan di belakang pintu, lalu duduk dengan tergesa-gesa. Alhamdulillah. Aku bersyukur dalam hati. Karena pertolongan Iyan, aku  bisa mengikuti pelajaran hingga jam terakhir. Aku berhutang budi padanya.


Sepulang sekolah aku mendengar kabar yang amat tidak kuduga. Ternyata pada jam istirahat tadi, Iyan dipanggil oleh guru BK karena ketahuan terlambat masuk sekolah!

(FTS 485 kata, pernah diterbitkan dalam antologi Kisah Anak Sekolah terbitan Soega Publishing) 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar